Dalam pertemuan pada tanggal 14 maret 2013 kemarin, yang
disampaikan oleh Bapak Marsigit kita dapat memetik banyak pelajaran dari proses
pembelajaran yang ada di Australia dan
Thailand. Pembelajaran kedua negara tersebut sudah mengacu pada pembelajaran
yang inovatif. Dimana siswa yang
memecahkan masalah (problem solving), mengenai
konsep-konsep yang belum dipahami siswa. Dengan bercermin pembelajaran dari
kedua Negara tersebut, diharap pendidikan Indonesia akan lebih maju dengan
sistem yang lebih inovatif, kreatif, dan modern.
Pembelajaran
matematika membutuhkan accountability
(percaya) dan susstaibility (terus).
Kedua aspek tersebut saling berkaitan walaupun dalam keadaan sadar maupun tidak
sadar, terasa atau tidak terasa, tidur atau tidak tidur. Matematika membutuhkan
accountable (kepercayaan) seperti
halnya dengan kepercayaan yang diberikan orang tua kita masing-masing kepada
kita.
Matematika
itu adalah Hermeneutics of life
(hermatika kehidupan) yang didalam nya terdapat hermeneutic cycle, text, interpretation, practical, dan unconstrained. Semua komponen yang ada dalam Hermeneutics of life tersebut saling berkaitan satu sama lain
sehingga bisa saling menerjemahkan dan diterjemahkan satu sama lain. Dalam metode Hermeneutics
of life (hermatika kehidupan)
pembelajaran harus ada daya dan inisiatif. Pembelajaran matematika harus
bisa menerjemahkan dan diterjemahkan. Misalnya guru menerjemahkan siswa, siswa
menerjemahkan matematika, guru menerjemahkan matematika, matematika
menerjemahkan siswa dan lain sebagainya.
Dalam sebuah proses pembelajaran diibaratkan bahwa proses
pembelajaran itu seperti halnya dengan mendaki ke puncak gunung. Banyak rintangan dan hambatan-hambatan yang harus
dilewati untuk sampai kepuncak gunung tersebut. Untuk sampai ke puncak gunung
tersebut dibutuhkan peta dan kompas sebagai petunjuk arah agar perjalanan tidak
tersesat sehingga tidak membutuhkan waktu yang lama untuk sampai pada tujuan. Kompas
yang dimaksud disini yaitu guru yang berperan sebagai fasilitator untuk siswa. Mendaki
gunung itu diawali dari lembah kemudian baru menuju kepuncak. Diawali dari yang
rendah baru menuju ketinggi. Seperti
halnya dengan matematika. Pertama siswa dikenalkan dengan matematika konkret
atau nyata yaitu guru memperkenalkan matematika dengan menunjukan contoh benda-benda
yang ada disekitar siswa dan biasanya siswa selalu berhubungan langsung dengan
benda-benda tersebut. Contohnya ketika makan, gelas dan mangkuk yang digunakan
siswa sebagai contoh bangun ruang. Matematika konkret atau nyata mudah diterima siswa. Hal
ini disebabkan matematika konkret berhubungan langsung dengan kehidupan siswa.
Selanjutnya apabila siswa telah memahami matematika konkret, siswa akan naik
ketingkatan yang lebih tinggi, yaitu matematika formal, normatif, dan puncak
yang paling tinggi yaitu spiritual. Dengan membangi matematika menjadi
tingkatan-tingkatan siswa menjadi tahu bahwa pembelajaran matematika itu
sebenarnya dimulai dari lingkungan sehari-hari.
Matematika
adalah pattern & relationship,
problem solving, investigation, dan communication.
Matematika adalah pattern &
relationship (mencari hubungan dan pola) yaitu siswa dituntut untuk
menemukan pola-pola hubungan terhadap suatu permasalahan, mengkaji lebih dalam
serta dapat menarik kesimpulan dari hasil pengkajian tersebut. Setelah siswa
mengkaji lebih dalam dan menemukan pola-pola hubungan, baru kemudian matematika
berfungsi sebagai promlem solving (pemecahan
masalah). Dimana siswa yang memecahkan sendiri permasalahan tersebut. Guru
hanya sekedar membantu siswa apabila ada suatu permasalahan yang benar-benar
tidak bisa dipecahkan oleh siswa. Matematika juga berperan sebagai investigation (penemuan) yaitu siswa
menemukan hal-hal baru dari analisis masalah yang dihadapi, mendorong siswa
untuk lebih berpikir kreatif dan inovatif serta dapat menemukan gagasan-gagasan
barumenuju pembelajaran yang inovatif. Dan yang terakhir matematika sebagai communication (komunikasi) yaitu
matematika dapat membangun hubungan komunikasi baik siswa dengan siswa maupun
guru dengan siswa.
A priori adalah logika atau
pikiran, seorang yang bermanfaat apabila seseorang dapat menyumbangkan
pikirannya secara sistematis. sedangkan a
posteriori adalah pengalaman, seseorang pasti mempunyai pengalaman baik
maupun buruk. Pengalaman tersebut dapat digunakan sebagai pondasi menuju
kehidupan yang lebih baik. Apabila A priori (logika)
dan a posteriori (pengalaman) di
sinergikan maka akan menjadi sintetik a
priori atau ilmu.
Segala sesuatu itu tergantung niatnya. Pekerjaan sekecil
apapun jika niatnya tulus maka akan menjadi pahala. Seperti halnya dengan
pembelajaran matematika, seharusnya guru dalam kegiatan pembelajaran yaitu
membimbing dan mengajar dijadikan menjadi suatu hal yang bernilai ibadah.
Dengan begitu kegiatan pembelajaran akan bermanfaat dan tentunya akan mendapat
pahala. Selain itu matematika seharusnya diberikan kepada siswa yang sudah siap
untuk menerima materi pembelajaran matematika. Jika matematika diberikan kepada
siswa yang tidak siap maka akan menjadi suatu bencana atau tsunami bagi siswa.
Oleh karena itu, sebelum menerima pembelajaran matematika siswa harus
dipersiapkan sedemikian rupa sehingga siswa tidak akan mengalami bencana atau
tsunami.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar