Pendidikan bermula sejak kita memilih pasangan dan akan
berakhir pada saat kita mati. Pendidikan
merupakan proses yang menjadikan seseorang menjadi dewasa dan berlangsung
seumur hidup. Pernyataan tersebut sajalan dengan pendapat Driyarkara (dalam Dwi
Siswoyo 2007:1) mengatakan bahwa “pendidikan merupakan gejala semesta (fenomena
universal) dan berlangsung sepanjang hayat manusia, di manapun manusia berada. Di mana ada
kehidupan manusia, di situ pasti ada pendidikan”.
Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan segala
potensi-potensi yang dimiliki oleh peserta didik. Menjadikan peserta didik
menjadi manusia seutuhnya, yang nantinya dapat hidup secara wajar seperti
manusia pada umumnya dan dapat menjalankan tugas serta kewajiban sebagai
manusia. Pendidikan berfungsi mengembangkan segala bakat yang dimiliki peserta
didik sejak lahir untuk mencapai kebahagian yang sempurna.
Untuk mencapai tujuan pendidikan yang di ingikan
diperlukan pembelajaran yang inovatif dari seorang guru. Guru harus bisa
mengembangkan metode pembelajaran menjadi lebih inovatif dari sebelumnya. Metode
yang semula digunakan yaitu metode tradisional (ceramah) sudah sepatutnya tidak
digunakan secara penuh dan diganti dengan metode yang lebih variatif seperti penggunaan
LKS (student worksheet) dan
fortopolio (record keeping) dalam
proses pembelajaran. Persiapan proses pembelajaran dalam matematika digolongkan
menjadi 2 bagian utama yaitu persiapan umum dan persiapan khusus. Persiapan
umum meliputi Kajian dan Penyesuaian Paradigma dan Teori Pendidikan dan
Pembelajaran Matematika Inovatif dan implementasinya dalam kehidupan
sehari-hari. Sedangkan persiapan khusus dimulai dari analisis kurikulum (KTSP)
hingga pengembangan beberapa skema seperti struktur pembelajaran, skema
pencapaian kompetensi, skema interaksi, skema variasi metode, skema variasi
media atau alat bantu pembelajaran, dan variasi sumber belajar. Kedua persiapan
proses pembelajaran tersebut harus saling diakitkan untuk mencapai tujuan
pembelajaran sesuai dengan yang telah direncanakan sebelumnya.
Negara indonesia merupakan negara demokrasi. Demokrasi
sendiri berasal dari kata demos yang
berarti ”rakyat” dan kratos/craitein yang berarti ”pemerintahan”. Dengan begitu
bahwa kekuasaan atau pemerintahan tertinggi berada ditangan rakyat. Rakyat
sendiri yang mengatur dan menjalankan segala bentuk pemerintahan negaranya
selama masih berada dalam batas koridor pemerintah. Oleh karena itu, demokrasi
disebut pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Pernyataan
tersebut merupakan demokrasi dalam konteks pemerintahan. Selanjutnya kita akan
mengembangkan pembelajaran matematika dengan menggunakan sistem demokrasi. Dengan
sistem ini peserta didik yang menentukan pembelajaran seperti apa yang di
iginkan, disini peran guru hanya sebagai fasilitator. Peserta didik merupakan
subyek dari proses pembelajaran, jadi peserta didik diberi kesempatan untuk
mengembangkan segala potensi serta bakatnya saat proses pembelajaran
berlangsung. Selain itu guru juga dituntut untuk pandai untuk berkomunikasi
dengan dunia luar dan kepada peserta didiknya, sebagai salah satu cara untuk
mengenali berbagai macam karakter peserta didiknya. Sebagai bekal yang
digunakan untuk menentukan metode seperti apa yang sesuai dan harus diterapkan
oleh guru kepada peserta didiknya.
Ditinjau dari pernyataan diatas bahwa pembelajaran
matematika akan dikembangkan seperti sistem demokrasi. jika kita berbicara
tentang sistem, maka akan ada komponen-komponen yang saling berkaitan untuk
mencapai suatu tujuan pembelajaran. Komponen-komponen tersebut adalah siswa
atau peserta didik, guru, materi, dan metode. Perlu diingat bahwa untuk
mencapai tujuan tersebut, tidak bisa dilakukan dengan pembelajaran yang hanya
pada satu arah saja yaitu dari guru kepada peserta didik. Akan tetapi dari
siswa, oleh siswa dan untuk siswa. Karena peserta didik mempunyai peran utama
dalam proses pembelajaran. Selain itu, metode inovatif yang digunakan dalam
pengembangan pembelajaran matematika dengan sistem demokrasi ini yaitu metode
Induksi-Deduksi. Metode induksi merupakan metode yang menyimpulkan dari
peristiwa khusus menjadi umum. Contohnya ada sebuah titik kemudian menjadi
sebuah garis, dari garis menjadi sisi dan pada akhirnya akan menjadi sebuah
gambar kubus. Metode induksi berfungsi untuk menyimpulkan suatu peristiwa,
benda, dan suatu pernyataan. Sedangkan metode deduksi merupakan metode yang
bersifat sangat alami, kodrati, dan sunnatullah. Metode deduksi berfungsi untuk
memahami suatu peristiwa atau kejadian yang berhubungan dengan matematika.
Contoh metode deduksi tidak berbeda jauh dengan metode induksi hanya saja
urutan prosesnya yang dibalik. Jika metode induksi diawali dari titik pada
metode deduksi diawali dengan gambar kubus, sisi, garis kemudian titik. Guru
perlu mencermati bahwa tidak semua matematika deduksi akan tetapi ada juga yang
berupa induksi. Antara metode deduksi dan induksi harus bersinergi menjadi satu
untuk menuju pembelajaran yang inovatif.
Bangsa
Indonesia terkenal dengan bangsa yang sopan santun. Sopan santun tertinggi
yaitu terhadap Tuhan, kemudian orang tua, dan terakhir kepada orang-orang yang
berada dalam lingkungan sekitar kita. Kesopan santunan ini yang membuat bahwa dalam matematika
juga memerlukan sopan santun. Sopan santun yang dimaksud yaitu menaati segala
aturan dalam matematika dan tidak keluar dari koridor yang telah ditetapkan.
Setinggi-tingginya ilmu jika masih filsafat masih disebut dengan sopan santun
dan ilmu tersebut tidak bisa melebi sopan santun. Matematika dikatakan sulit
atau tidak enak disebabkan guru tidak memiliki sopan santun. Agar matematika
mudah dipelajari, matematika harus berangkat dari nilai material.
Inovasi pembelajaran dengan sistem demokrasi dapat
dilakukan dengan menggunakan metode inovatif
seperti diskusi, latihan, kerja praktek (labolatorium), refleksi kelas
dan rumah. Ketika peserta didik melakukan diskusi seharusnya guru memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan menyalurkan segala
aspirasi yang dimilikinya. Membiarkan peserta didik menuangkan gagasan-gagasan
ide yang dimiliki menjadi sebuah pembelajaran yang menyenangkan. Dengan cara
seperti ini peserta didik tidak mudah bosan dengan materi yang diberikan oleh
kuru. Karena siswa sendirilah yang menentukan dan mengolah materi tersebut
menjadi menarik dan menyenangkan. Tugas guru hanya mengawasi, mengoreksi,
mengarahkan, dan meluruskan jika ada materi yang di kembangkan oleh siswa tidak
sesui dengan standar kompetensi yang digunakan.
Dilihat dari kacamata pendidikan, persoalan pembelajaran
matematika berada pada guru. Guru tidak bisa sepenuhnya menyalahkan peserta
didik, jika dalam menerima pelajaran siswa tidak bisa sepenuhnya menyerap
pelajaran yang disampaikan. Selain itu masalah pelik pembelajaran di indonesia
yaitu pembelajaran matematika di Indonesia bersifat ” Untuk waktu yang sama, berbeda-beda siswa, dituntut
mempelajari matematika yang sama, dengan hasil yang harus sama, yaitu sama
dengan yang dipikirkan oleh gurunya". Seperti itulah pembelajaran di
Indonesia. Berbeda dengan di London "Pembelajaran
matematika, menganut paradigma : pada waktu yang berbeda, berbeda-beda siswa,
mempelajari matematika yang berbeda, dengan kecepatan dan kemampuan yang
berbeda, dengan hasil yang boleh berbeda pula". Jika pradigma
pembelajaran matematika diubah seperti pradigma pembelajaran di London maka
pembelajaran di Indonesia akan mengalami kemajuan. Untuk menjadi guru yang inovatif, seorang guru harus
bersifat hakiki. Begitupun dengan peserta didik, mereka juga harus bersifat hakiki seperti
guru. Agar kedua unsur tersebut menjadi seimbang. Guru yang hakiki merupakan
guru yang dapat mengembangkan pembelajaran yang inovatif dan sekreatif mungkin.
Sedangkan peserta didik atau siswa yang hakiki yaitu peserta didik dapat
mengembangkan segala potensinya menjadi sebuah metode pembelajaran yang
menyenangkan, dapat mengembangkan sendiri metode yang diinginkan sehingga
materi yang diberikan menjadi menyenangkan dan mudah dipahami oleh siswa.
Dalam sebuah pembelajaran matematika ternyata dibutuhkan
sebuah intuisi. Intuisi adalah pemahaman, pengetahuan yang tidak bisa
dijelaskan atau didefinisikan. Intuisi timbul karena adanya pengalaman. Salah
satu contoh dari intuisi adalah ilham (pencerahan yang datang begitu saja).
Intuisi seseorang itu digolongkan menjadi lima bagian, intuisi ruang, intuisi
waktu, intuisi kebendaan, intuisi jarak, dan intuisi kedalaman. Seseorang yang
merasa kebingungan berarti dirinya telah kehilangan intuisi ruang. Intuisi itu
terletak pada hati, pikiran, benda-benda, tulisan, dan tindakan. Seseorang yang
memiliki intuisi dapat mempercepat keindahan, produksi, dan lain sebagainya.
Untuk mengembangkan intuisi peserta didik guru harus membiasakan siswa untuk
berinteraksi dengan lingkungan sekitar pada saat pembelajaran, seperti
berinteraksi dengan benda-benda, pepohonan, dan lain sebagainya. Akan tetapi
saat ini banyak peserta didik yang kehilangan intuisinya. Guru banyak merampas intuisi siswa dengan
menghambur-hamburkan definisi tentang matematika. Maksud dari
menghambur-hamburkan definisi matematika yaitu guru sering memberi persepsi dan
membangun mind seet yang salah
tentang matematika kepada peserta didik. Guru hanya menggunakan satu arah dalam
menegajar. Guru juga memberikan persepsi yang salah bahwa matematika itu sulit.
Menggunakan metode yang tradisinal dalam menyampaikan materi tanpa mau
mendengar gagasan-gagasan ide pemikiran peserta didik agar pembelajaran
matematika lebih menyenangkan. Intuisi tidak hanya dibutuhkan oleh peserta
didik, seorang remaja, orang dewasa, atau sebagainya. Akan tetapi intuisi juga
dibutuhkan oleh orang tua. Supaya mereka dapat menjalankan kehidupan sebagai
manusia semestinya serta dapat bergaul dan berinteraksi dengan lingkungan
sekitarnya.
Matematika dengan sistem demokrasi jugaa memerlukan
hakikat, metode, dan etikanya. pengertian hakikat yang dimaksud bahwa dalam
pembelajaran matematika terselip sebuah makna yaitu pembelajaran matematika
merupakan pembelajaran untuk mencari kebenaran dan memecahkan permasalahan dari
suatu peristiwa atau kejadian. The nature of school math yaitu pembelajaran tidak dapat digugat jika sudah
dikenai hakikat. Kemudian metode yang dimaksud yaitu dengan menggunakan metode
yang inovatif seperti diskusi, latihan, kerja praktek
(labolatorium), dan sebagainya. Sedangkan etika merupakan nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan
penilaian moral yang berkenaan dengan matematika. Etika dibagi menjadi tiga bagian utama
yaitu meta-etika (studi konsep etika), etika
normatif (studi penentuan nilai etika), dan etika
terapan(studi
penggunaan nilai-nilai etika). Sedangkan etika dalam pembelajaran matematika
yang dimaksutyaitu siswa dan guru harus memiliki sopan santun saat pembelajaran
berlangsung serta dalam kehidupan sehari-hari, yang merupakan bentuk
mengaplikasian pembelajaran matematika dalam dunia sesungguhnya atau nyata.
Dari ketiga unsur tersebut harus seimbang atau balance. Hakikat, metode, dan etika tidak hanya digunakan atau
diaplikasikan dalam pembelajaran matematika saja akan tetapi kedalam semua
aspek bidang kehidupan.
Untuk mengembangkan metode pembelajaran matematika dengan
sistem demokrasi diperlukan pendekatan korespodensi dan pendekatn korehensi.
Korespodensi merupakan pencocokan suatu pembelajaran dengan kenyataan atau
pengalaman. Sedangkan korehensi merupakan suatu pendekatan berdasarkan
penghitungan. Kedua unsur pendekatan tersebut harus saling berjalan beriringan
untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan yaitu pembelajaran yang
inovatif. Perlu diperhatikan bahwa pembelajaran dalam matematika memerlukan a priori (logika) dan a posteriori (pengalaman). A priori adalah logika atau pikiran,
seorang yang bermanfaat apabila seseorang dapat menyumbangkan pikirannya secara
sistematis. Serta dapat memikirkan sesuatu yang belum terjadi. sedangkan a posteriori adalah pengalaman,
seseorang pasti mempunyai pengalaman baik maupun buruk. Pengalaman tersebut
dapat digunakan sebagai landasan munuju kedalam kehidupan yang lebih baik. Sehingga unsur-unsur tersebut sangat dibutuhkan dalam proses
pengembangan matematika dengan sitem demokrasi.
1. Mengapa
pendidikan di Indonesia hanya di pandang meggunakan kacamata negatif saja? Jika
hal tersebut terus dilakukan maka mind
seet rakyat Indonesia akan berubah. Mereka akan mengangap bahwa pendidikan
tidak akan mengali atau menuju arah proges.
Untuk menyikapi dan mengubah pradigma tersebut bagaimana cara yang tepat?