Setelah membaca
artikel tersebut saya mempunyai gambaran bahwa untuk mengajar matematika pada
jenjang Sekolah Dasar (SD) dibutuhkan kreativitas guru yang tinggi agar
pembelajaran yang telah direncanakan sebelumnya dapat tercapai secara optimal. Akan tetapi
ternyata pendidikan di Indonesia masih menggunakan sistem lama yaitu otoriter. Segala
kegiatan pembelajaran secara tidak langsung dikendalikan oleh pemerintah pusat.
Pemerintah berpikir bahwa dengan dikendalikannya segala sistem pembelajaran
oleh pemerintah, pendidikan di indonesia bisa dikatakan berhasil. Padahal hal
tersebut akan semakin memperburuk keadaan.
Kurikulum yang disusun pemerintah seringkali tidak sesuai dengan potensi
yang ada dalam anak didik. Padahal mereka mempunyai peranan untuk terlibat
didalamnya. Pemerintah jangan seenaknya menentukan kurikulum yang akan
diberlalukan akan tetapi juga melibatkan siswa. Oleh karena itu indonesia
hendaknya dapat mencontoh kurikulum seperti di London. Kurikulum yang dibuat
pemerintah tidak menuntut siswanya untuk menjadi atau mencapai indikator yang
diinginkan. Akan tetapi guru menawarkan kepada siswa pembelajaran apa yang
diinginkan oleh siswa. Pembelajaran matematika di london, menganut paradigma :
pada waktu yang berbeda, berbeda-beda siswa, mempelajari matematika yang
berbeda, dengan kecepatan dan kemampuan yang berbeda, dengan hasil yang boleh
berbeda pula. Peran siswa disini benar-benar sebagai subyek pembelajaran dan
bukan menjadi obyek. Dengan begitu siswa mendapat apa yang mereka butuhkan dan
bukan menjadi seperti apa yang diinginkan guru. Cara seperti ini yang nantinya
akan membantu siwa menuju gerbang keberhasilan. Lantas solusi apa yang tepat
untuk indonesia. Salah satu cara yang bisa diaplikasikan adalah dengan melakukan
inovasi, saperti memberikan LKS dan fortofolio siswa atau record keeping. Karena
LKS itu bukan sekedar kumpulan soal akan tetapi sebagai wadah untuk
mengembangkan prestasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar